Dicari Partner Bisnis di Sukabumi Info 0852 8533 5977

Pasokan Cabe Yang Stabil

Pasokan Cabai yang StabilFoto: Rifkianto Nugroho

Jakarta -
Inflasi, kecenderungan naiknya harga barang dan jasa yang pada umumnya berlangsung secara terus-menerus, menjadi indikator stabilitas perekonomian suatu negara. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai tubuh yang berwenang mengeluarkan angka inflasi mengukur tingkat inflasi melalui indikator berupa Indeks Harga Konsumen (IHK).

Dalam perilisan nilai IHK/Inflasi pada September 2019, Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menyebutkan bahwa pada September terjadi deflasi sebesar 0,27 persen dengan penyumbang tertinggi berasal dari kelompok materi makanan. Sebelas materi kuliner yang tercatat dalam penghitungan IHK, sembilan di antaranya mengalami deflasi sedangkan dua lainnya mengalami inflasi. Komoditas yang menyumbang deflasi terbesar yaitu cabe merah.

Cabai merah mengambil tugas yang penting dalam pembentukan nilai inflasi Indonesia. Dilansir dari Berita Resmi Statistik (BRS) yang dirilis BPS terkait dengan IHK Agustus 2019, terjadi inflasi sebesar 0,21 persen dengan sumbangan inflasi 0,10 persen dari materi kuliner sebagai dampak kenaikan harga cabe merah. Apabila dirunut lebih jauh lagi, inflasi April 2019 sebesar 0,31 persen juga menerima sumbangan inflasi 0,20 persen dari cabe merah sebagai salah satu komoditas materi makanan.

Fluktuasi

Cabai merah terus mengalami fluktuasi produksi mulai dari tahun 1980 sampai kini. Tercatat pada publikasi outlook cabe yang dirilis Kementerian Pertanian pada 2016, pertumbuhan produksi cabe selama 2011 sampai 2015 mencapai kenaikan lebih dari 10 persen. Hal ini tentunya seiring dengan luas panen cabe yang terus meningkat sampai lebih dari 5 persen.

Sepanjang 1980 sampai 2015 produksi cabe tumbuh dengan rata-rata pertumbuhan lebih dari sembilan persen pada tiap tahunnya. Data terakhir pada publikasi outlook cabe mencatat, produksi cabe pada 2015 hampir mencapai dua ribu juta ton. Tingginya angka produksi ini ditunjang oleh tingginya produksi pada sentra-sentra produksi cabe di Indonesia yang menunjang hampir 80 persen total produksi cabe merah di Indonesia.

Sentra produksi cabe ini tidak hanya mencakup pulau Jawa, ada Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, dan Bengkulu Besar. Sebagai penyumbang produksi cabe terbesar, Jawa Barat mencapai total produksi cabe lebih dari 200 ton pada 2015. Harga cabe yang menjanjikan dan kiprahnya yang diharapkan masyarakat luas membawa cabe menjadi komoditas yang menggiurkan bagi petani.

Peranan cabe yang sangat diharapkan oleh masyarakat Indonesia sanggup dilihat dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS. Menurut hasil Susenas 2002 sampai 2015, konsumsi cabe tiap orang atau per kapita relatif stabil dengan laju pertumbuhan 0,44 persen pada tiap tahunnya. Hal ini tentu menjadi bukti bahwa cabe sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia.

Melimpahnya produksi cabe ini tidak serta merta dialokasikan menjadi materi makanan. Menurut perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), pada 2002 sampai 2014 lebih dari 99 persen hasil produksi cabe dipakai untuk materi makanan, sedangkan sisanya untuk bibit dan olahan non-makanan.

Harga dan Pasokan

Harga selalu berkaitan dengan jumlah ketersediaan akan suatu komoditas. Dalam aturan ekonomi, kenaikan harga pasar akan turut menurunkan kuantitas undangan dan menaikkan kuantitas penawaran. Berdasarkan data yang dirilis BPS, harga cabe merah di tingkat produsen dan konsumen semenjak 1983 sampai 2014 terus mengalami kenaikan, dengan kenaikan harga lebih dari 12 persen per tahun untuk tingkat produsen dan lebih dari 16 persen per tahun untuk tingkat konsumen.

Perbedaan ini mengatakan banyaknya tangan pengelolaan cabe merah sampai menghasilkan margin yang cukup besar antara harga produsen dengan harga konsumen. Sepanjang sejarah harga cabai, margin terbesar terjadi pada 2012 yaitu sebesar Rp 35.712,11/kg.

Ketersediaan pasokan cabe tentu tidak hanya bergantung pada harga yang dibentuk pasar. Pertumbuhan tumbuhan cabe yang memerlukan dukungan alam juga mempengaruhi jumlah produksi cabe merah di Indonesia. Sebagai komoditas yang cocok ditanam di tanah kaya humus, gembur dan sarang, serta tidak tergenang air, waktu tanam yang baik yakni pada selesai demam isu hujan (Maret-April).

Keterbatasan demam isu yang remaja ini tidak lagi sanggup diprediksi membawa dilema yang pelik untuk ketersediaan pasokan cabe di Indonesia. Inflasi pada Juli dan Agustus 2019 kemudian seolah menjadi bukti bagaimana faktor alam sangat mempengaruhi pasokan cabe di Indonesia. Hanya ada empat dari sembilan pusat produksi cabe di Jawa Tengah dan DIY yang tidak terpengaruh oleh demam isu kemarau yang berkepanjangan. Inilah penyebab melonjaknya harga cabe merah pada Juli dan Agustus 2019. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang masih terus diupayakan menahan konsentrasi distribusi pasokan cabe merah hanya berfokus di Pulau Jawa.

Jawa Barat

Tiga tahun berturut-turut, mulai 2013 sampai 2015 Jawa Barat menjadi provinsi nomer satu dalam produksi komoditas cabai. Menurut data Angka Tetap Holtikultura 2015, terdapat enam kabupaten/kota yang menjadi pusat produksi di Jawa Barat, yaitu Garut sebagai pusat produksi utama, disusul Cianjur, Bandung, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Majalengka. Pada 2015, Garut mencapai lebih dari 75 ribu ton produksi cabe atau sekitar lebih dari 30 persen produksi cabe di wilayah Jawa Barat.

Menurut data dalam laman Portal Informasi Harga Pangan, pada ahad pertama Oktober 2019 mencapai harga rata-rata Rp 42.952,00/kg dengan harga tertinggi di kawasan Bogor yaitu Rp 55.000,00/kg dan terendah di Kota Cirebon Rp 27.000/kg. Harga ini sudah jauh menurun dibanding harga Juli dan Agustus. Berdasarkan data parsial berdasarkan tiap sentra, Kabupaten Bandung telah mengalami kenaikan harga cabe merah sebesar lebih dari 20 persen pada Agustus 2019. Kenaikan yang lebih ekstrem terjadi di Kabupaten Ciamis yang naik lebih dari 6 persen pada Agustus menjadi Rp 86.667,00/kg.

Tidak Elastis

Perjalanan produksi cabe yang terus berdampak pada inflasi maupun deflasi yang terjadi di Indonesia mengindikasikan betapa pentingnya komoditas cabe untuk perkembangan perekonomian Indonesia. Kebutuhan masyarakat Indonesia atas konsumsi cabe mengakibatkan cabe seakan-akan barang yang tidak lentur terhadap perubahan harga. Artinya seberapa pun harga komoditas itu berubah, undangan akan akan terus stabil.

Oleh alasannya itu, perlu campur tangan pemerintah dalam mengatasi fluktuasi produksi yang nantinya juga akan mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia. Upaya-upaya yang sanggup dipakai untuk mengatasi kendala dalam produksi cabai, terutama cabe merah, yaitu melaksanakan penanaman di sepanjang musim, dukungan faktor produksi, dan pembangunan infrastruktur.

Dengan penanaman pada sepanjang demam isu akan meminimalisasi kemungkinan kosongnya pasokan. Bantuan faktor produksi setidaknya sanggup membantu menekan biaya produksi sehingga lebih banyak lagi petani yang beralih menanam cabai. Pembangunan infrastruktur sanggup lebih membantu distribusi pasokan cabe ke luar Pulau Jawa, sehingga tidak terjadi kelebihan pasokan di Pulau Jawa yang sanggup menurunkan harga, ataupun kenaikan harga di luar Pulau Jawa alasannya kekurangan pasokan. Seluruh upaya ini tetap harus dikontrol untuk menjaga pasokan cabe yang stabil.


Tulisan ini yakni kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!

Sumber detik.com

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel