Walhi Sebut Sejumlah Proyek Di Pesisir Jawa Berpotensi Timbulkan Bencana

Jakarta -Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti sejumlah proyek pembangunan infrastruktur pemerintah di wilayah pesisir Jawa. Walhi menilai proyek pembangunan itu berpotensi menyebabkan bencana.
Baca Juga
Dia juga mencatat ada 10 desa yang terancam terkena tragedi lantaran banyaknya proyek tambang yang harus menggusur tempat hutan lindung. Sepuluh desa ini berada di daerah Lumajang.
"Catatan Walhi di Jawa Timur, taman pasir besi di Lumajang mengancam (bencana) di 10 desa dengan jumlah 59.902 jiwa. Selain tambang besi, ada tambang emas, tambang tembaga, lalu proyek jalan lintas pantai selatan yang menggusur tempat hutan lindung, dan juga tempat produktif masyarakat," ujar Rere.
Sementara itu, Direktur Walhi Yogyakarta Halik Sandera menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait tidak akan ada pembangunan tempat tragedi sekadar ucapan. Buktinya, Halik menyebut proyek pembangunan yang berpotensi timbulkan tragedi di Yogyakarta ketika ini masih ada.
"Bagi kami hingga ketika ini, bahwa statement Pak Jokowi dalam rapat yang menyatakan tidak boleh ada pembangunan tempat bencana, tapi faktanya statement itu nggak tidak boleh dalam perkara ini. Misalnya di Yogya, ada pembangunan Bandara di Kulon Progo, kenapa? Karena titik lokasi bandara persis berada di pesisir selatan, artinya kerawanannya dalam tempat peta bencananya sangat tinggi," terperinci Halik.
Halik menyampaikan salah satu proyek pemerintah yang berpotensi menyebabkan tragedi longsor itu yaitu proyek 'bedah menoreh'. Proyek ini nantinya menghubungkan Yogyakarta dengan Magelang.
"Di Kulon Progo ini memicu kerawanan dan kerusakan eksploitasi di wilayah lain, contohnya Borobudur bersahabat dengan Jogja, ketika ini ada proyek bedah menoreh, artinya perbukitan yang hubungkan Yogya dan Magelang. Saat ini ada proyek itu, padahal status itu cara kebencanaan ia menjadi tingkat longsor," imbuhnya.
Selain itu, pembangunan Bendungan Bener di Purworejo, kata Halik, berada di tempat yang salah. Sebab, proyek itu berada di patahan aktif yang dapat berpotensi menjadikan banjir.
"Proyek ini ada di patahan aktif di daratan, artinya ada potensi kegagalan teknologi, contohnya potensi gempa bendungannya retak itu akan jadi banjir bandang," katanya.
Hal senada dikatakan Direktur Walhi Jawa Tengah Ismail. Dia menyampaikan sejumlah daerah di Jateng terindikasi rentan tragedi lantaran proyek pertambangan di sejumlah titik. Dia mencontohkan proyek PLTU di Cilacap.
"Di Cilacap sendiri pengembangan kini ini PLTU-nya dulu ada 300x2, lalu 600 kini ini sudah mulai operasi lagi, yang sudah diresmikan 1x1.000 ini posisinya persis di bibir pantai. Sehingga bahaya tsunami terjadi. Ini potensi risiko yang sangat besar lantaran dengan kapasitas yang begitu besar PLTU di Cilacap, ini ia jadi menyuplai energi untuk Jawa dan Bali," katanya.
Direktur Walhi Jabar Meiki Paendong menyampaikan hal yang sama terjadi di Jawa Barat. Banyak proyek pembangunan yang berpotensi menyebabkan bencana. Dia menyoroti kebijakan Gubernur Jabar Ridwan Kamil yang akan membangun tempat ekonomi khusus di Sukabumi dan Pangandaran. Menurutnya, pembangunan itu masih perlu dikaji lagi.
"Gubernur Jabar akan olok-olokan ekonomi khusus di tempat Jabar, satu di Sukabumi dan Pangandaran, hal ini kami kritisi sebenarnya pengembangan pesisir selatan tanpa mengkaji atau perhatikan kerentanan dua kabupaten tersebut juga akan berakibat fatal, jadi terkesan kalau aspek kerentanan tragedi tidak dikerjakan tuntas," kata Meiki.
Terakhir, Direktur Walhi Jakarta Tubagus Soleh menyampaikan pemerintah seharusnya memperhatikan kebijakan pembangunan. Dia meminta pemerintah lebih peka terhadap potensi tragedi di setiap daerah.
"Saya ingin sampaikan, bahwa apa yang terjadi di Jawa, termasuk selatan Jawa, yaitu disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dalam tanda kutip memanen bencana, sementara kebijakan yang berperan sebagai pengaman, itu sangat lemah sekali," tuturnya.
Sumber detik.com